Waspadalah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda dan yang mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka itu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.
Lukas 20:46-47
Belakangan ini kita mendengar polemik akibat seorang pemuka agama kondang yang dilarang masuk ke Hongkong. Terjadi kemarahan sebagian umat karena dianggap sebagai persekusi terhadap pemuka agamanya. Bahkan peristiwa ini di”goreng” menjadi bahan baku untuk menggalang sentimen politik oleh beberapa kalangan. Tanpa bermaksud mencampuri keyakinan agama lain, kita bisa bertanya seandainya itu terjadi pada rohaniawan Kristen apakah akan terjadi kemarahan yang sama? Apakah umat Kristen juga sedemikian mengkultuskan seorang pemimpin rohaninya? Kalau sikap kita berbeda apakah itu berarti kita tidak menghormati pemimpin rohani? Benarkah kita menaruh hormat lebih tinggi kepada pemimpin rohani dibanding seorang profesional, seorang dokter spesialis misalnya. Seringkali kita terjebak dalam pemikiran yang seolah-olah benar tapi keliru. Untuk menjernihkan saya akan bertanya lagi. Apakah seorang dokter pasti lebih sehat dari orang awam biasa? Pertanyaan yang sama, apakah seorang rohaniawan yang belajar secara khusus theologia dan sejarah gereja lebih rohani daripada jemaat biasa? Kita tentu saja menghormati seorang dokter yang sudah mendedikasikan hidupnya untuk menolong kesehatan orang lain, namun walau ia seorang dokter yang mengerti prinsip kesehatan belum tentu ia lebih sehat dibanding orang awam biasa. Bukankah kita sering jumpai dokter yang merokok walau ia sangat paham merokok mengganggu kesehatan? Atau dokter yang lebih suka makan enak daripada makan sehat. Hal yang sama berlaku bagi rohaniawan (pemimpin rohani), secara pendidikan ia telah memenuhi syarat menduduki jabatan sebagai rohaniawan di gereja. Ia lebih paham mengenai doktrin kekristenan dibanding jemaat biasa. Ia bisa jadi sudah memberkati banyak pernikahan di gereja. Tetapi apakah kehidupan rumah tangganya lebih harmonis dibanding jemaat biasa? *Apakah ia telah melakukan semua yang ia khotbahkan?* Apakah seorang rohaniawan dipastikan lebih rohani dibanding jemaat biasa?
*Kesimpulannya adalah siapapun kita dengan jabatan sebagai rohaniawan sekalipun, semua sama di mata Tuhan.* Bahkan sebagai rohaniawan kalau ia tidak menerima penghormatan yang selayaknya hal itu bukan masalah. Karena justru semakin rohani seseorang seharusnya ia tidak mengharapkan penghormatan manusia. Anda mengerti?
Seorang warga Kerajaan sejati tidak mencari kehormatan dari manusia karena yang terlebih penting adalah dihormati oleh Sang Raja.
Mencari kehormatan adalah bentuk kemunafikan, karena semakin rohani seseorang semakin ia tidak berharap penghormatan.