~ quoted partially from SP/Rina Ginting posting ~

Ev. Elizabeth Philip selalu mendoakan orang-orang sakit, lemah fisik, dan yang memiliki pergumulan hidup.

Ia seorang wanita cantik yang ternyata memiliki kelemahan fisik, tidak bisa melihat atau buta. Suaranya begitu memesona, jelas dan bening dengan logat Jawa yang kental, serta penampilannya begitu serasi dengan kulitnya yang putih dan rambut di high light.

Kepada SP, wanita kelahiran Semarang 30 Agustus 1960 itu pun bersaksi tentang pengalaman hidupnya yang penuh dengan peperangan, kepahitan, tak ada harga diri hingga ia mengalami berbagai mukjizat dari Tuhan. Putri ketiga dari enam bersaudara ini dianggap oleh mama-papanya mendatangkan sial sehingga ia dijual kepada keluarga ayahnya seharga Rp 1. Tak hanya itu, ibunya sangat membencinya dan kalau bertemu selalu mengeluarkan kata-kata umpatan dan menyakiti dengan berbagai pukulan. Ini berlangsung hingga ia menjadi seorang gadis.

Tahun 1979, ketika usianya 19 tahun, Elizabeth tak tahan lagi. Ia mengambil pisau dapur dan menantang duel ibunya. “Kalau tidak ibu, saya yang mati,” katanya dipenuhi amarah. Gadis ini kemudian dibawa oleh seorang hamba Tuhan ke gereja, didoakan. Sejak itulah pengenalannya akan Firman Tuhan dan Tuhan Yesus semakin dekat. Ia mulai aktif di gereja. Namun, persoalan belum selesai.

Tahun 1980 ia terjatuh dari angkutan umum, dan kepalanya mengalami benturan. Karena keadaan ekonomi tidak baik, ia hanya diobati seadanya. Sehingga, beberapa waktu kemudian, Elizabeth mengalami kebutaan (1992), dan berturut-turut mendapatkan penyakit yang tak disangka-sangka, kanker otak (1998). Umurnya divonis tinggal enam bulan lagi. Tapi Elizabeth terus melayani Tuhan. Dan, pada saat itulah keluarganya, terutama sang ibu, bertobat dan menjadi pengikut Kristus. Hubungannya dengan ibunya kini sangat baik, namun ayahnya beberapa tahun lalu sudah kembali ke pangkuan Bapa.

Penginjil ini tak pernah sekolah formal teologi, tapi dalam kebutaannya ia diberi kekuatan luar biasa. Ia setiap hari mendengarkan kaset-kaset khotbah maupun pelajaran Alkitab, yang kemudian menjadi bekalnya dalam pelayanan. Wanita ini tidak memiliki anak, tapi ia memiliki anak angkat tujuh orang.

Di Kota Semarang, ia dikenal oleh gubernur, pangdam, wali kota dan para pejabat, sebagai seorang pendoa syafaat untuk kota dan negara. Ada karunia-karunia Roh yang bekerja dalam pelayanannya. Elizabeth terus berdoa untuk bangsa dan negara. Ia yakin, suatu saat Indonesia mengalami pemulihan. Ia juga berdoa buat orang-orang yang lemah fisik agar tetap setia kepada Tuhan yang akan memberikan kekuatan lebih. “Kita lebih dari sekadar seorang pemenang”, tegasnya. [SP/Rina Ginting]

close this page